Kamis, 30 Mei 2019

TANGGAPAN BERITA: “HOMESCHOOLING PRIMAGAMA BUKA PENDAFTARAN SISWA BARU”


Tanggapan by: Agni Ardi Pratama
Yogyakarta, 24 mei 2019
Sumber: Surat kabar Kedaulatan Rakyat, kolom Kulonprogo-Gunungkidul, Kamis Legi, 16 Mei 2019. Halaman 4.

Isi berita:

Wonosari (KR) – Lembaga Pendidikan nonformal ‘Homeschooling Primagama’ (HPSG) menyambut tahun ajaran baru 2019/2020 membuka pendaftaran bagi siswa baru. HPSG menawarkan beberapa program mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, Cambridge International Examination (CIE), serta Program Inklusi. Pendaftaran telah dimulai sejak awal April hingga 15 Juli 2019.

Ada 4 sistem kelas yang ditawarkan HPSG yaitu kelas Individu, Kelas Komunitas, Distance Learning Class (Kelas Jarak Jauh), dan kelas Nonpendampingan. Sistem belajar ini memungkinkan siswa belajar dengan waktu yang fleksibel, terlebih bagi siswa dengan kegiatan yang padat seperti atlet, model, penari dan lain-lain.

Selain itu, HPSG juga membuka Program Inklusi. Ini merupakan program bagi siswa yang memiliki hambatan secara khusus seperti hiperaktif, depresi dan autisme. Penanganan yang diberikan adalah pengembangan program inklusi melalui 3 bentuk di antaranya adalah Terapi (treatment  yang disesuaikan dengan hambatan siswa), Bina Diri (melatih kemandirian dalam kehidupan sehari-hari), dan Kognitif (pengembangan cara dan metode belajar hingga daya tangkap siswa). Para siswa juga diberikan konsultasi dan layanan psikologi dalam pengembangan hambatan-hambatan.

Direktur HPSG Ir Kusnanto MM dalam siaran persnya kepada KR, Rabu (15/5), mengatakan pengembangan minat dan bakat melalui Program Vokasi berupa pengembangan Bahasa Inggris (IELTS dan TOEFL), Teknologi Informasi (IT), Cooking Class, Science, serta Music (Ensemble and Band) mulai dari basic, intermediate hingga advance level. “Beberapa kegiatan penunjang juga diselenggarakan seperti field trip, outbond, home visit, dan life skill education,” ujarnya.

Kusnanto mengatakan, program vokasi merupakan program yang lebih ditekankan pada pengembangan aspek ketrampilan yang diselenggarakan dengan harapan nantinya peserta didik HSPG di samping mendapatkan ijazah kelulusan dan SHUN, mereka juga mendapatkan sertifikat kompetensi sesuai pilihannya. “Sehingga kelak peserta didik HSPG dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau dunia kerja,” terangnya.

Dijelaskan,  dewasa ini HSPG semakin diminati masyarakat karena layanan dan program yang ditawarkan dapat mengakomodir keunikan dan kebutuhan para siswa.
“HSPG yang merupakan Pendidikan nonformal hadir sebagai pengiring dan pendamping sekolah formal, sehingga kami dapat melayani dan memfasilitasi para peserta didik yang tidak tertampung di sekolah formal maupun karena alasan tertentu yang mengharuskan peserta didik memilih pendidikan di HSPG,”tambahnya. (Rar)-f

Tanggapan:

Shalom,
Membaca berita di atas seolah saya kembali ke masa SMP dulu, tepatnya kelas 3 SMP. Suasana batin penduduk kelas terasa berbeda daripada ketika masih di  kelas 1 dan 2, mungkin sedikit saja yang tidak terpengaruh. Terpengaruh apa? Tekanan untuk bisa lulus Ujian Nasional dengan nilai minimal Matematika, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris masing-masing 4 atau malah 6 (saya lupa tepatnya). Apabila nilai kurang dari standar yang dibuat KEMENDIKBUD tersebut, berarti gagal lulus. Dan waktu itu gengsi kelas kami begitu besar, karena sekolah menganggap kelas kami khusus (kumpulan siswa pintar). Sehingga sudah ada kekhawatiran malu tingkat dewa, jika kelas A dan C tetangga kami banyak yang lulus.
Kesibukan guru-guru bertambah, otomatis siswa juga. Hampir setiap hari sepulang sekolah, diadakan les tambahan. Fokusnya mata pelajaran UNAS. Membahas soal-soal dari tahun sebelumnya. Pada awalnya cukup bersemangat, tetapi lama-lama siswa banyak yang bolos les tambahan. Alasannya lelah dan jenuh. Termasuk saya, yang tidak tergolong pintar hahha… :D

Sampai akhirnya saya menyadari, bahwa rasanya banyak waktu dan ilmu yang terbuang di bangku sekolah SMP. Di STM, tidak telalu sih karena banyak praktik daripada teori. Yang dikejar adalah gengsi dan nilai. Mungkin ada juga yang merasa telah mendapatkan ilmu dan bisa digunakan terus sampai dewasa. Percaya saja ada. Tapi kecenderungan masyarakat kita ini lebih suka pamer ranking dan gelar yang mentereng supaya dilihat pintar. Jadi datang ke sekolah dari pagi sampai kadang malam, rajin mengerjakan PR itu seperti formalitas belaka. Ujung-ujungnya tetap les tambahan kalau mau Ujian Nasional. Padahal sewaktu les itu, banyak yang mulai dari nol. Seandainya tahu begitu dan diperbolehkan mungkin saya akan masuk saat les tambahan pelajaran saja. Toh, yang paling penting di waktu dulu, hanya “itu” kan? Berbeda dengan sekarang, UNAS tidak lagi menentukan kelulusan tapi berdasarkan Ujian dari Sekolah. Hasilnya? hasilnya hampir sama, banyak waktu yang terbuang sia-sia tetapi tidak menimbulkan stress dan kelelahan.

Nah… sepintas memahami berita yang memuat mengenai Home Schooling yang diselenggarakan Primagama. Pendapat saya pribadi, ini merupakan pemikiran yang visioner. Dimana Primagama dahulu terkenal sebagai tempat les yang menghasilkan orang-orang cerdas dalam waktu singkat. Walaupun inputnya menurut saya banyak yang secara IQ, tadinya biasa atau malah kurang dari rata-rata (hasil pengamatan ke teman-teman). Saya belum pernah mencoba cara belajar HPSG ini, tapi melihat produk jasa yang ditawarkan saya optimis sistem dan caranya akan banyak ditiru dan diminati oleh banyak orang (orang tua siswa dan siswa).
Dan yang terpenting tidak menghabiskan waktu untuk mendengarkan materi-materi yang tidak perlu, namun sesuai kebutuhan masing-masing siswa. Sesuai bakat minatnya.

Apakah bertentangan dengan ajaran Kristen, atau lebih tepatnya filsafat pendidikan Kristen? Tidak. Karena manusia hidup harus mengerjakan bagiannya masing-masing sesuai kehendak-Nya. Untuk memuliakan Tuhan dan bukan untuk kepentingan diri sendiri. Malah jika sistem sekolah formal yang dipakai sekarang ini di Indonesia, saya pikir itu yang bertentangan. Mendorong siswa untuk berkompetisi selama sekolah dan akhirnya sifat ini terbawa ketika mencari kerja dan bekerja. Sebagai pendalaman, Sodara bisa membaca Alkitab di dalam kitab Efesus 1:11.
Membuang waktu bukan hanya yang menurut manusia seperti banyak nongkrong ataupun malas-malasan di tempat tidur. Tetapi juga melakukan hal yang di mata banyak orang serius yang dianggap normal di masyarakat tetapi tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Termasuk sekolah yang sistemnya mengakibatkan penyimpangan dari kehendak Tuhan.
Bagaimana dengan pendapat Sodara?

Tuhan Yesus memberkati :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar